KETIKA DUNIA MENJADI HARGA KEYAKINAN
Minggu, 29 Juni 2014
0
komentar
إِنَّمَا
مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ
فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ
وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا
وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا
أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ
تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Sesungguhnya perumpamaan hidup dunia
ini adalah bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya tanaman-tanaman bumi, diantaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya dan memakai perhiasannya, serta para pemiliknya
menyangka bahwa mereka sanggup menguasainya, tiba-tiba datanglah kepada
mereka azab Kami diwaktu malam atau siang. KemudianKami jadikan
tanaman-tanamannya laksana tanaman yang sudah disabit, seakan akan belum
pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan Kami bagi orangyang berpikir.” (Yunus: 24)
[mediamusl
| ||||||
Allah telah
menguji setiap hamba-Nya dengan ujian yang berbeda-beda. Tidak ada sedikit pun
dalam ujian tersebut, Allah menzalimi mereka. Semua terjadi dan berjalan di
atas ilmu dan kebijaksanaan-Nya. Terjadinya, tidak ada seorang pun yang bisa
menolaknya, menghalanginya, mengubahnya, dan menggantikannya. Itulah ketentuan
yang tidak akan berubah dan itulah sunnatullah yang tidak akan berganti.
Termasuk ujian
yang bersifat menyeluruh atas para hamba-Nya adalah dunia yang indah dan hijau
ini, perhiasan yang selalu dilirik, kemegahan yang senantiasa dikejar. Tahukah
Anda, di belakang gemerlap dan keindahannya yang memikat, tersimpan bencana dan
penipuan yang besar?
Cermati, lihat,
dan belajarlah dari orang yang telah tenggelam di dalamnya. Dia mengira bahwa
dunia ini diciptakan untuknya dan dia diciptakan untuk dunia. Lihat pula
kemajuan yang telah diraih oleh negeri-negeri kafir, ternyata semua itu menjadi
bumerang dan senjata makan tuan.
Dunia telah
memikat, menjerat, membungkam, meninabobokan, dan merongrong agama seseorang.
Menurut al-Imam Ibnu Qayyim, dunia itu bagaikan seorang wanita pelacur yang
tidak pernah puas dengan satu suami. Dia akan mencari laki- laki yang akan
berbuat baik kepada dirinya dan dia tidak menyukai seorang lelaki yang
pencemburu.
Orang yang
berjalan mengejar dunia bagaikan orang yang berjalan di daerah yang penuh
binatang buas. Jika dia berenang ingin menggapainya, ia bagaikan orang yang
mengejarnya dalam pusaran air yang penuh buaya.” (Lihat al-Fawaid karya Ibnul
Qayyim hlm. 53)
Allah
Subhanahuwata’ala mencela Dunia
“Tiadalah
kehidupan dunia selain kesenangan yang menipu.”( Ali Imran: 185)
“Berilah
perumpamaan kepada mereka, kehidupan dunia bagaikan air hujan yang Kami
turunkan dari langit. Menjadi suburlah tumbuh-tumbuhan karenanya di muka bumi,
kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
Adalah Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia,tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh lebih baik
pahalanya disisi Rabbmu dan lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi:
45—46)
“Dijadikan indah
pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik(jannah/ surga).
Katakanlah,‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian
itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa( kepada Allah),pada sisi Rabb mereka ada
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan
(mereka di karuniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah, dan Allah
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (AliImran: 14-15)
“Tiadalah
kehidupan dunia ini selain main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu
memahaminya?”( al- An’am: 32)
“Sesungguhnya
perumpamaan hidup dunia ini adalah bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari
langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya tanaman-tanaman bumi, diantaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya dan memakai perhiasannya, serta para pemiliknya menyangka
bahwa mereka sanggup menguasainya, tiba-tiba datanglah kepada mereka azab Kami
diwaktu malam atau siang. Kemudian Kami jadikan tanaman-tanamannya laksana
tanaman yang sudah disabit, seakan akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami bagi orangyang
berpikir.” (Yunus: 24)
“Tidaklah
kehidupan dunia ini selain senda gurau dan main-main belaka. Dan sesungguhnya
akhirat itu sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (al-‘Ankabut: 64)
“Sesungguhnya
janji-janji Allah itu benar , maka janganlah kehidupan dunia menipu kalian dan
jangan sekali-kali setan menipu kalian dijalan Allah.” (Luqman: 33)
Ketika membahas
tafisr surat al-Fath, as-Sa’di menerangkan, “Ini adalah bentuk pendidikan
kezuhudan dari Allah kepada segenap hamba-Nya terhadap kehidupan dunia, yakni
dengan memberi tahu mereka tentang hakikat dunia. Sesungguhnya dunia itu adalah
main-main dan sia-sia. Main main dalam urusan badan dan sia-sia dalam urusan
hati. Seorang hamba senantiasa berada dalam kelalaian karena urusan harta,
anak-anak, perhiasan, dan segala bentuk kelezatannya, baik dari sisi wanita,
makanan, minuman, tempat tinggal, tempat peristirahatan, pemandangan, maupun
kepemimpinan. Sia-sia dalam setiap amal yang tidak ada faedahnya. Bahkan, dia
berada dalam kemalasan, kelalaian, dan kemaksiatan sampai dunianya terpenuhi
dan ajalnya datang menghampiri. Hal ini menuntut orang yang berakal untuk
bersikap zuhud terhadap dunia, tidak mencintainya, dan benar-benar
mewaspadainya.” (Tafsir as-Sa’di hlm. 790)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam Mencela Dunia
Diriwayatkan
dari Jabir , Rasulullah melewati sebuah pasar di daerah Awali dan orang-orang
berada di sekelilingnya. Beliau melewati seekor anak kambing yang telah mati.
Anak kambing itu bertelinga kecil. Beliau mengambilnya dan memegang telinganya
lalu berkata, “Siapa yang mau membelinya dengan harga satu dirham?” Mereka
menjawab, “Siapa di antara kami yang senang memilikinya? Apa yang bisa kami
perbuat dengannya?” Beliau berkata, “Apakah kalian senang memilikinya?” Mereka
berkata, “Jikapun dia hidup, dia tetaplah cacat. Lantas bagaimana lagi ketika
dia sudah mati?” Beliau bersabda, “Demi Allah, dunia lebih hina di hadapan
Allah daripada hinanya (bangkai) ini di hadapan kalian.” (HR. Muslim no. 5257)
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau(enak rasanya dan menyenangkan tatkala dipandang), dan
sungguh Allah mengangkat kalian silih berganti dengan yang lain didunia ini,
lantas Dia akan melihat apa yang kalian perbuat(dengan duniaitu). Oleh karena
itu, hati-hatilah kalian terhadap urusan dunia dan wanita, karena awal petaka
yang menimpa Bani Israil adalah dalam halwanita.” (HR. Muslim no. 4925 dari
sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu )
“Demi Allah,
tidaklahdunia dibandingkan dengan akhirat selain seperti seseorang yang
meletakkan jarinya ini—Yahya, salah seorang perawi, mengisyaratkan dengan
telunjuknya ke dalam air—hendaknya dia melihat apa yang ada dijarinya
tersebut.” (HR. Muslim no. 5101 dari sahabat al- Mustaurid radhiyallahu anhu )
“Setiap umat
ditimpa oleh ujian, dan ujian yang akan menimpa umatku adalah harta benda.”
(HR. at-Tirmidzi no. 2258 dari Ka’b bin ‘Iyadh radhiyallahu anhu )
Rasulullah tidur
diatas sebuah tikar. Tikar tersebut membekas di bagian lambung beliau. Lantas
kami mengatakan,“Wahai Rasululah, bolehkah kami membuatkan kasur?” Beliau
bersabda,“Tiadalah saya dengan dunia selain seperti orang yang bepergian lalu
berteduh dibawah pohon kemudian dia pergi meninggalkannya.”( HR.at-Tirmidzi no.
2299 dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu )
“Tidaklah dua
ekor serigala dalam keadaan lapar dilepas pada sekawanan kambing akan lebih
merusak dibandingkan dengan ambisi harta dan kedudukan terhadap agama
seseorang.”(HR. at-Tirmidzi no. 2298 dari sahabat Ka’b bin Malik radhiyallahu
anhu )
Allah
Subhanawata’ala telah menyebutkan dunia pada banyak tempat dalam kitab suci-
Nya dalam rangka menghinakannya, demikian pula Rasul-Nya di dalam as-Sunnah.
Tentu tujuannya agar para hamba tidak tertipu dan terlena. Dalam hal menanggapi
berita dari Allah Subhanahuwata’ala dan menyikapi pengutusan imam para rasul,
Nabi Muhammad, manusia terbagi menjadi beberapa golongan.
1. Golongan yang
acuh tak acuh terhadap peringatan tersebut. Mereka tidak mau tahu tentangnya.
Yang penting, segala hasratnya terpenuhi, semua keinginannya terwujud, dan
citacitanya tercapai.
2. Golongan yang
mau mendengarkan berita dari Pemilik dunia ini, Yang mengatur dan Yang
menciptakannya. Namun, karena dorongan hawa nafsunya yang besar, semua berita
itu tidak memiliki nilai kesakralan dan keabsahan. Masuk dari telinga kanan dan
keluar dari telinga kiri.
3. Golongan yang
mendengar,mematuhi, dan melaksanakan segala apa yang diwahyukan oleh Allah
tentang dunia.
Dia berusaha
mendudukkan dunia dan menjadikannya sebagai alat bantu untuk mewujudkan
ketaatan kepada Allah. Dia mencarinya karena melaksanakan tugas. Apabila dia
mendapatkannya, dia tidak tergolong orang yang kufur. Sebaliknya, apabila tidak
mendapatkannya,dia tidak tergolong orang yang putus asa. Dia mengetahui bahwa
dunia ini adalah kenikmatan yang semu dan menipu.
Dunia, Sumber
Malapetaka
Tidak samar lagi
bagi orang yang berakal tentang bahaya dunia terhadap kehidupan manusia ketika
dunia itu tidak ditundukkan untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah.
Dunia telah menyebabkan turunnya berbagai bentuk peringatan dari Allah .Dunia
menjadi sebab hancurnya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan.
Dunia pula yang
menghancurkan persatuan dan kesatuan umat sehingga berujung pada malapetaka
kelemahan, (yang dengan sebab itu) mereka kemudian dihinakan oleh musuh
Allah.Dunia telah menjadikan seseorang terhina dan menghinakan diri. Dunia
telah mengobrak-abrik tatanan kehidupan manusia secara umum dan kaum muslimin
secara khusus.
Dunia telah
menyebabkan hilangnya nyawa, terhinakannya kehormatan, dan hancurnya harta
benda. Dunia telah menjadikan seseorang buta dari kebenaran, dia menolaknya
karena dunia, menentangnya karena dunia, dan memeranginya karena dunia. Dunia
telah menjadikan hati seseorang mati. Dunia adalah asal segala malapetaka.
Dunia, Sebab
Utama Menolak Kebenaran
Kebenaran datang
dari Allah dan tidak ada setelah kebenaran tersebut selain kesesatan. Terangnya
kebenaran dan jelasnya jalan kebatilan bagi sebagian kalangan bisa menjadi
tersembunyi. Bahkan, terangnya kebenaran itu akan ditolak oleh orang yang
dibutakan oleh dunia. Tidak ada keraguan lagi bahwa setiap nafsu memiliki
berbagai keinginan yang tercela, seperti cinta kepada dunia, mencari
ketinggian, berlomba-lomba di hadapan makhluk, mencari kedudukan, dan
sebagainya. Ditambah lagi, manusia memiliki tabiat zalim dan melampaui batas.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya
manusia itu banyak berbuat zalim dan jahil.”( al-Ahzab:7 2)
Terkadang,
banyak sebab yang mendorong sifat yang tersimpan pada diri setiap manusia itu
muncul. Di antaranya adalah hawa nafsu sehingga dia menolak kebenaran padahal
dia mengilmuinya. Sikap ini muncul karena ia mengikuti hawa nafsu dan menuntut
kemuliaannya terjaga atau ingin memperoleh sedikit dunia.
Anda bisa
menemukan mereka dalam kondisi menyelisihi kebenaran, padahal mereka
mengetahuinya, karena ingin memperoleh dunia. Mereka berteriak seolah-olah
pembela kebenaran. Abu Wafa’ Ali bin ‘Aqil al-Hambali berkata, “Cinta kepada
pamor dan condong kepada dunia, berbangga-bangga, bermegah-megahan, dan
menyibukkan diri dengan segala bentuk kelezatan dunia dan segala hal yang akan
mendorong kepada kemewahan, semua itu bisa menjadi sebab seseorang berpaling
dan menolak kebenaran.” (al-Wadhih fi Ushulil Fiqh, 1/522)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata, “Pencari kedudukan, walaupun dengan kebatilan, akan
menyukai satu kalimat yang mengagungkan dirinya sekalipun itu batil. Sebaliknya,
ia akan membenci ucapan yang mencelanya, kendati hal itu benar. Adapun orang
yang beriman mencintai kalimat yang haq untuknya meskipun itu “menyerangnya”,
serta membenci kedustaan dan perbuatan zalim.”(Majmu’ al-Fatawa 10/600)
Al-’Allamah Abdul Lathif bin
Abdurrahman
Alusy Syaikh berkata tentang orang-orang yang berpaling dari kebenaran,
“Golongan yang kedua, para pemimpin dan pemilik harta benda yang telah
tenggelam dalam dunia dan syahwat mereka. Sebab, mereka mengetahui bahwa
kebenaran bisa menghalangi mereka dari segala keinginan, kesenangan, dan
syahwat mereka. Mereka tidak memedulikan segala bentuk seruan menuju kebenaran
dan tidak mau menerimanya.” (Uyun ar-Rasail hlm. 2/650)
Perilaku setiap
orang yang berpaling dari kebenaran karena harta, kedudukan, atau pamor, mirip
dengan perilaku orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ulama-ulama Yahudi memiliki
“sumber” penghidupan pada orang-orang kaya kaumnya.
Oleh karena itu,
saat Rasulullah datang membawa kebenaran, mereka mengetahui bahwa yang dibawanya
adalah haq. Namun, karena dunialah mereka mengingkari dan mengkufurinya. Mereka
menyembunyikan kebenaran yang mereka ketahui dari bani Israil.
Dunia, Sebab
Utama Kesesatan
Saat menafsirkan
firman Allah,
“Dan janganlah
kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit.” (al-Baqarah: 41)
Abul Muzhaffar
as-Sam’ani berkata, “Mereka adalah para ulama Yahudi dan para pendeta yang
telah memiliki sumber penghasilan dari orang-orang kaya mereka dan orang-orang
jahil yang mengikuti mereka. Mereka khawatir penghasilan tersebut hilang
apabila mereka beriman kepada Muhammad, Rasulullah.
Akhirnya, mereka
mengubah ciri-ciri beliau (yang tercantum dalam kitab mereka, red.) dan
menyembunyikan nama beliau. Inilah makna menjual ayat-ayat Allah dengan harga
sedikit.” (Tafsir al-Qur’an 1/22)
Kedudukan,
kewibawaan, dan kepemimpinan juga telah melandasi para pemuka Quraisy untuk
mengingkari Nabi Muhammad, memerangi, dan memusuhinya. Bersamaan dengan itu,
mereka mengetahui dan mengakui kebenaran yang diserukan beliau. Al-Miswar bin
Makhramah berkata kepada Abu Jahl, pamannya, “Wahai pamanku, apakah kalian
menuduh Muhammad berdusta sebelum dia mendakwahkan apa yang diserukan?” Abu
Jahl berkata, “Hai anak saudaraku. Demi Allah, sungguh saat mudanya, di
tengah-tengah kami dia dikenal sebagai seorang yang tepercaya (jujur). Kami
tidak pernah mengetahui dia berdusta. Tentu setelah bertambah usia dia tidak
mungkin akan berdusta atas nama Allah.”
Al-Miswar
berkata, “Hai pamanku, mengapa kalian tidak mengikutinya?” Dia berkata, “Hai
anak saudaraku, kami telah berselisih dengan bani Hasyim dalam hal
kepemimpinan. Mereka memberi makan (orang-orang), kami juga memberi makan.
Mereka memberi minum, kami pun memberi minum. Mereka memberi perlindungan, kami
juga melakukannya. Tatkala kami saling berlomba-lomba, bani Hasyim berkata,
‘Dari kami ada seorang nabi. Kapan kalian mendapatkannya?’.” (Lihat Miftah Daar
as-Sa’adah 1/93)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata, “Meskipun Abu Thalib mengetahui bahwa Muhammad adalah
Rasulullah dan dia mencintainya, cintanya bukan karena Allah, melainkan karena
dia adalah anak saudaranya. Dia mencintainya karena kekerabatan. Kalaupun dia
membela beliau, itu karena ingin memperoleh kedudukan dan kepemimpinan.
Jadi, asal
muasal cintanya adalah karena sebuah kedudukan. Hal itu terbukti saat
Rasulullah menawarinya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat menjelang
ajalnya. Dia melihat bahwa mengikrarkannya akan melenyapkan agama yang
dicintainya. Agamanya lebih dia cintai dari pada anak saudaranya. Oleh karena
itu, dia menolak mengikrarkannya.” (Fatawa Kubra’ 6/244)
Asy –
Syaukani berkata ,“Terkadang, sebuah
ucapan yang haq ditinggalkan karena seseorang ingin menjaga apa yang telah dia
peroleh dari negaranya baik berbentuk materi maupun kedudukan. Bahkan,
terkadang ucapan yang haq itu ditinggalkan karena berbeda dengan apa yang
terjadi di tengah tengah manusia, dalam rangka mencari simpati mereka dan agar
mereka tidak lari. Terkadang pula, dia meninggalkan ucapan yang benar karena
ketamakannya terhadap apa yang diharapkan dari negaranya atau dari banyak orang
di kemudian hari.” (Adabuath-Thalib wa Muntaha al-Arb hlm. 41)
Al-Imam Ibnu
Qayyim berkata, “Saya telah berdialog dengan ulama Nasrani yang kelasnya
terpandang pada hari ini. Saat jelas kebenaran dihadapannya, dia terdiam. Saya
berkata kepadanya tatkala menyendiri dengannya, ‘Sekarang, apa yang menghalangi
Anda untuk menerima kebenaran?’ Dia berkata kepadaku, ‘Apabila saya datang ke
tengah-tengah kaum Himyar, mereka menaburkan bunga yang semerbak di bawah kaki
kendaraanku. Mereka menjadikanku sebagai hakim dalam urusan harta benda dan
istri mereka. Mereka tidak pernah menentang segala hal yang aku perintahkan.
Aku ini tidak
punya keahlian untuk bekerja. Aku tidak bisa menghafal al-Qur’an, tidak pula
mengetahui ilmu nahwu dan fikih. Andaikan aku masuk Islam, niscaya aku akan
berkeliling di pasar-pasar, meminta-minta kepada orang banyak. Siapa yang tega
hal itu terjadi?’
Aku mengatakan,
‘Itu tidak akan terjadi. Bagaimana sangkaan Anda kepada Allah saat Anda
mengutamakan ridha-Nya di atas nafsu Anda, apakah Dia akan menghinakan,
merendahkan, dan menjadikan Anda miskin?
Jika hal itu
benar-benar menimpa Anda, kebenaran yang telah Anda raih, keselamatan dari
neraka, murka, dan marah Allah adalah harga yang jauh lebih pantas dibandingkan
dengan apa yang luput dari Anda.’
Dia berkata,
‘Sampai Allah merestui.’ Saya lalu berkata, ‘Takdir bukan alasan. Jika takdir
bisa menjadi alasan, tentu takdir bisa menjadi alasan orang orang Yahudi saat
mendustakan Nabi Isa . Demikian pula, dia akan menjadi hujah bagi kaum
musyrikin ketika mendustakan seruan Rasulullah. Kalian sendiri menolak takdir,
bagaimana bisa kalian berhujah dengannya?’ Dia berkata, ‘Biarkan kami dari
ini.’ Diapun terdiam.”(Hidayatul HayarafiAjwibatil YahudiwanNashara hlm. 12)
Dedy Iskandar dysar06@yahoo.co.id |
Baca Selengkapnya ....